Akulturasi Kebudayaan Sunda di Kota Padang: Perpaduan Harmonis Dua Budaya

Akulturasi Kebudayaan Sunda di Kota Padang: Perpaduan Harmonis Dua Budaya

Ilustrasi: tiga orang wanita menggunakan pakaian adat nusantara. [Foto: Canv]

Sainskita.com - Kota Padang, ibukota Provinsi Sumatera Barat, dikenal sebagai kota multikultur yang menjadi rumah bagi beragam suku dan etnis. Salah satu komunitas yang telah lama menetap dan berakulturasi dengan budaya setempat adalah suku Sunda. Kehadiran mereka telah memperkaya mozaik budaya di kota ini selama lebih dari enam dekade.

Sejarah Kedatangan Suku Sunda ke Kota Padang

Migrasi suku Sunda ke Kota Padang terjadi dalam tiga gelombang utama. Gelombang pertama terjadi pada tahun 1959, saat meletusnya pemberontakan PRRI (Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia) di Sumatera Barat. Pada masa itu, pemerintah pusat mengirim pasukan Divisi Siliwangi untuk menumpas gerakan separatis tersebut. Sebagian prajurit Siliwangi yang berasal dari Jawa Barat kemudian memutuskan untuk menetap di Padang setelah misi mereka selesai.

Gelombang kedua terjadi pada tahun 1982-1983, dipicu oleh letusan Gunung Galunggung di Jawa Barat. Bencana alam ini mendorong pemerintah untuk menyelenggarakan program transmigrasi bagi warga terdampak. Sebagian besar transmigran asal Jawa Barat ditempatkan di Kabupaten Sijunjung (kini Kabupaten Dharmasraya) dan Pasaman Barat untuk bekerja sebagai petani. Namun, karena keterbatasan akses pendidikan di daerah penempatan, banyak anak-anak transmigran yang kemudian pindah ke Kota Padang untuk melanjutkan studi.

Gelombang ketiga merupakan migrasi mandiri yang berlangsung secara gradual hingga kini. Para perantau Sunda ini datang ke Padang dengan tujuan mencari penghidupan yang lebih baik, baik dari segi sosial maupun ekonomi. Citra Kota Padang sebagai kota multietnis yang terbuka terhadap pendatang menjadi daya tarik tersendiri bagi mereka.

Proses Akulturasi Budaya

Yetri Ermi Yenti dkk, menulis dalam Jurnal Historia: Acculturation of Sundanese Culture in Padang City in 1969-2020, menyebutkan bahwa kehadiran suku Sunda di Kota Padang selama puluhan tahun telah melahirkan proses akulturasi budaya yang menarik. Akulturasi ini terjadi dalam berbagai aspek kehidupan, mulai dari bahasa, kuliner, hingga seni dan tradisi. Meskipun demikian, baik suku Sunda maupun Minangkabau tetap mampu mempertahankan identitas budaya masing-masing.

1. Bahasa

    Salah satu bentuk akulturasi yang paling terlihat adalah dalam penggunaan bahasa sehari-hari. Warga Sunda yang telah lama menetap di Padang umumnya fasih berbahasa Minang, bahkan dengan logat yang mirip penutur asli. Sebaliknya, banyak warga Minang yang juga mengenal beberapa kata dan ungkapan dalam bahasa Sunda.

    Dalam percakapan sehari-hari, tidak jarang terdengar campuran kata-kata Sunda, Minang, dan Indonesia. Misalnya, seorang warga Minang mungkin akan menyapa temannya yang bersuku Sunda dengan ucapan "Kumaha, Teteh?" (Bagaimana, Kak?) atau mengucapkan terima kasih dengan "Hatur nuhun".

    Fenomena ini menunjukkan fleksibilitas dan kemampuan adaptasi yang tinggi dari kedua suku. Penggunaan bahasa campuran ini juga berperan penting dalam mempererat hubungan antarsuku dan menciptakan suasana yang lebih inklusif.

    2. Kuliner

      Kuliner merupakan salah satu aspek budaya yang paling mudah berakulturasi. Di Kota Padang, kini bisa ditemui berbagai warung makan yang menyajikan menu khas Sunda, seperti nasi timbel, soto Bandung, atau lotek. Namun, cita rasa makanan Sunda di Padang sering kali telah mengalami penyesuaian dengan lidah lokal.

      Sebaliknya, banyak warga Sunda di Padang yang telah terbiasa dengan masakan Minang yang kaya rempah dan santan. Meski demikian, mereka tetap mempertahankan beberapa kebiasaan makan khas Sunda, seperti mengonsumsi lalapan mentah sebagai pelengkap hidangan.

      Perpaduan kuliner ini juga melahirkan inovasi-inovasi baru. Misalnya, ada warung makan yang menyajikan nasi timbel dengan rendang sebagai lauknya, atau soto Bandung yang diberi tambahan daun singkong rebus ala masakan Padang.

      3. Seni dan Tradisi

        Kesenian Sunda tetap hidup dan berkembang di Kota Padang, meski dalam skala yang lebih kecil. Paguyuban Warga Sunda (PWS) Sumatera Barat berperan penting dalam melestarikan dan memperkenalkan kesenian Sunda kepada masyarakat Padang.

        PWS secara rutin mengadakan latihan dan pertunjukan seni Sunda, seperti tari jaipong, calung, degung, dan wayang golek. Yang menarik, peserta latihan tidak hanya berasal dari kalangan Sunda, tetapi juga warga Minang yang tertarik mempelajari kesenian ini.

        Dalam acara-acara resmi atau perayaan budaya, kesenian Sunda sering ditampilkan berdampingan dengan kesenian Minangkabau. Hal ini mencerminkan sikap saling menghargai dan mengapresiasi kekayaan budaya masing-masing.

        4. Pernikahan Antaretnis

          Pernikahan antaretnis Sunda-Minang menjadi salah satu katalis utama proses akulturasi budaya. Dalam pernikahan campuran ini, kedua keluarga biasanya bernegosiasi untuk memadukan adat istiadat kedua suku dalam prosesi pernikahan.

          Misalnya, pada acara akad nikah mungkin akan menggunakan adat Sunda, sementara resepsi pernikahan mengikuti adat Minangkabau. Atau, pengantin akan mengenakan busana adat kedua suku secara bergantian selama rangkaian acara.

          Pernikahan campuran ini juga melahirkan generasi baru yang memiliki identitas budaya ganda. Anak-anak dari pasangan Sunda-Minang umumnya dibesarkan dengan pemahaman dan penghargaan terhadap kedua budaya orangtua mereka.

          5. Sistem Kekerabatan

            Akulturasi juga terjadi dalam sistem kekerabatan. Suku Sunda pada dasarnya menganut sistem kekerabatan bilateral (menarik garis keturunan dari pihak ayah dan ibu), sementara Minangkabau menganut sistem matrilineal (menarik garis keturunan dari pihak ibu).

            Dalam keluarga campuran Sunda-Minang di Padang, seringkali terjadi negosiasi identitas, terutama dalam penentuan suku anak. Umumnya, jika ibu berasal dari suku Minang, anak akan mengikuti suku ibunya sesuai adat Minangkabau. Namun, jika ibu bersuku Sunda, identitas anak menjadi lebih fleksibel dan bisa mengikuti suku ayah atau ibunya.

            Peran Paguyuban Warga Sunda (PWS) Sumatera Barat

            Paguyuban Warga Sunda (PWS) Sumatera Barat memainkan peran kunci dalam proses akulturasi budaya Sunda di Kota Padang. Organisasi ini berdiri sejak tahun 1969, awalnya bernama IKDB (Ikatan Keluarga Daerah Jawa Barat), kemudian berganti nama beberapa kali hingga akhirnya menjadi PWS pada tahun 2000.

            PWS berfungsi sebagai wadah aspirasi dan pelestarian budaya bagi warga Sunda di Padang. Namun, organisasi ini tidak hanya berfokus pada internal komunitas Sunda, melainkan juga aktif membangun jembatan budaya dengan masyarakat setempat.

            Beberapa kegiatan PWS yang mendukung akulturasi budaya antara lain:

            1. Menyelenggarakan pertunjukan seni dan budaya Sunda yang terbuka untuk umum.
            2. Mengadakan kursus bahasa dan kesenian Sunda yang juga diikuti oleh warga non-Sunda.
            3. Berpartisipasi dalam berbagai kegiatan sosial dan budaya di Kota Padang.
            4. Menjalin kerjasama dengan organisasi budaya dan pemerintah daerah setempat.
            5. Memproduksi program radio "Gentra Parahyangan" di RRI Padang yang memperkenalkan budaya Sunda kepada masyarakat luas.

            Melalui berbagai kegiatan ini, PWS tidak hanya berhasil melestarikan budaya Sunda di perantauan, tetapi juga membangun hubungan harmonis dengan masyarakat Minangkabau.

            Faktor Pendukung Akulturasi

            Beberapa faktor yang mendukung lancarnya proses akulturasi budaya Sunda di Kota Padang antara lain:

            1. Keterbukaan masyarakat Minangkabau terhadap pendatang.
            2. Kesamaan latar belakang agama (mayoritas Islam) antara suku Sunda dan Minangkabau.
            3. Kemiripan beberapa nilai budaya, seperti etos kerja keras dan jiwa entrepreneurship.
            4. Fleksibilitas dan kemampuan adaptasi yang tinggi dari warga Sunda.
            5. Peran aktif organisasi seperti PWS dalam membangun jembatan budaya.
            6. Kebijakan pemerintah daerah yang mendukung keberagaman budaya.

            Tantangan dan Prospek Ke Depan

            Meski proses akulturasi berjalan relatif lancar, bukan berarti tanpa tantangan. Beberapa isu yang perlu diperhatikan antara lain:

            1. Potensi lunturnya identitas budaya Sunda pada generasi kedua dan ketiga perantau.
            2. Keterbatasan sumber daya untuk mempertahankan dan mengembangkan kegiatan budaya.
            3. Perlunya regenerasi dalam organisasi komunitas Sunda.
            4. Tantangan era digital dalam pelestarian budaya tradisional.

            Namun, dengan fondasi yang kuat dan pengalaman selama puluhan tahun, prospek akulturasi budaya Sunda di Kota Padang ke depan tetap cerah. Kunci utamanya adalah tetap mempertahankan sikap saling menghormati dan mengapresiasi perbedaan budaya.

            Kesimpulan

            Akulturasi budaya Sunda di Kota Padang merupakan contoh nyata bagaimana dua budaya berbeda dapat hidup berdampingan secara harmonis. Proses ini tidak terjadi dalam semalam, melainkan hasil dari interaksi dan adaptasi yang berlangsung selama puluhan tahun.

            Keberhasilan akulturasi ini menjadi cermin keberagaman Indonesia sekaligus bukti bahwa perbedaan budaya bukan penghalang, melainkan kekayaan yang patut dilestarikan. Pengalaman Kota Padang ini bisa menjadi pembelajaran berharga bagi daerah lain di Indonesia dalam mengelola keberagaman budaya.

            Pada akhirnya, akulturasi budaya Sunda-Minang di Kota Padang bukan sekadar perpaduan dua tradisi, melainkan lahirnya identitas baru yang unik dan memperkaya khazanah budaya nusantara. Ini adalah wujud nyata dari semboyan "Bhinneka Tunggal Ika" yang menjadi pegangan bangsa Indonesia.

            Baca Juga

            Luar Biasa! Suku Maori Telah Taklukan Antartika 1.200 Tahun Sebelum Ekspedisi Eropa Dimulai
            Luar Biasa! Suku Maori Telah Taklukan Antartika 1.200 Tahun Sebelum Ekspedisi Eropa Dimulai
            Tentu Kalian sudah terbiasa melakukan pengukuran dengan menggunakan penggaris dalam aktivitas belajar yang Kalian lakukan. Seperti besaran, satuan, dan dimensi. Berikut ini merupakan ulasan mengenai komponen hasil pengukuran.
            Mengenal Definisi Besaran, Satuan, dan Dimensi
            Pendekatan dalam ilmu Geografi terdiri dari pendekatan keruangan, pendekatan kelingkungan atau ekologi, analisis kompleks wilayah.
            Macam-macam Pendekatan Geografi
            Paradigma Geografi
            Paradigma Geografi, Definisi dan Pembagian
            Pengertian dan Definisi Sosiologi
            Pengertian dan Definisi Sosiologi
            Ilustrasi Komet: Canva.com/Alan Kelly
            4 Fenomena Langit Pekan Pertama Oktober, Ada Hujan Meteor Draconid